Love What You Do, Get Your Happiness Like I Do
Bekerja dengan “hati” dan dapatkan sepaket kebahagiaan, seperti yang selalu dilakukan oleh tim Gudang Furniture. Bukankah hal tersebut merupakan salah satu tujuan hidup setiap manusia?
Entah kenapa, pagi ini, pandangan saya tertuju pada seorang pak ogah–julukan bagi profesi yang membantu alur jalan kendaraan di tikungan, pertigaan, ataupun perempatan.
Pak ogah yang terdapat di dekat area permukiman saya ini merupakan seorang pria muda, dengan dandanan yang selalu necis–berkacamata hitam, berambut kelimis, dan berpakaian modis. Warga setempat biasa memanggilnya, “Bang Boy”.
Sudah sejak jam 6 pagi, Bang Boy berdiri di depan gerbang jalan masuk sebuah area permukiman, menggenggam “senjata”-nya sehari-hari, yakni lightstick untuk membantu lajur kendaraan warga, atau bahkan hanya membantu orang yang ingin menyeberang.
Tak seperti pak ogah kebanyakan yang sering asal-asalan, Bang Boy mengerjakan profesinya ini dengan sepenuh hati. Ia rela berpanas terik demi membantu warga yang memerlukan. Bahkan, ia pun menjadi seseorang yang berani mengubah sistem pak ogah yang tadinya tidak terorganisir, menjadi sebuah rangkaian profesi yang sistematis.
Bang Boy merupakan salah satu contoh dari banyak orang yang mencintai pekerjaannya dengan sepenuh hati, sehingga tak segan-segan untuk membuat perkembangan positif dalam pekerjaannya tersebut, agar profesi tersebut bisa bermanfaat secara maksimal.
Bekerja dari Hati = Bekerja Sesuai Passion?
Banyak orang menganggap bahwa seseorang bisa bekerja “dari” hati karena ia memiliki pekerjaan sesuai passion-nya. Lantas, bagaimana jika hal tersebut tidak bisa kita wujudkan karena satu dan lain hal, seperti perihal finansial, perihal izin orang tua, dan lain sebagainya?
Well, passion belum tentu menjadi jawaban atas pencarian kebahagiaan Anda, lho! Banyak orang yang telah menjalani profesi sesuai passion-nya, tetapi justru merasakan sebuah momen kekosongan hidup. Ada kalanya, ia hanya bekerja untuk memenuhi “isi perut”, bukan lagi sebagai sarana mewujudkan cita-citanya.
Seperti yang terjadi pada Imelda, seorang wanita yang berprofesi sebagai seorang desainer di sebuah perusahaan ternama. Ia mengungkapkan bahwa pekerjaannya ini merupakan profesi yang sudah ia idamkan sejak lama. Pun, perusahaannya juga merupakan perusahaan yang menjadi “tujuan” hidupnya. “Jadi, kenapa sampai saat ini, saya seperti tak merasa puas, dan tak merasa bahagia?” keluhnya.
Alhasil, perempuan muda ini tak lagi bekerja sepenuh hati. Keluhan-keluhan ia keluarkan, rasa tak puas berujung menurunnya produktivitas membuatnya tak bisa lagi bekerja “dari hati”. Ia kembali mencari jati dirinya sendiri, mencari apa kebahagiaan yang akan ia tuju di kemudian hari.
Pun, selain passion, kesesuaian beban pekerjaan dengan besarnya gaji yang ia terima pun menjadi titik penentu kebahagiaan lain, yang tentunya didapatkan dari faktor kemapanan finansial.
Istilahnya, gaji yang sepadan merupakan “obat” dari tekanan yang akan didapatkan seseorang dari pekerjaan yang bukan merupakan passion-nya. Meskipun pada kenyataannya, produktivitas tak melulu ditentukan oleh besarnya materi, namun lebih menitikberatkan pada tingkat kepuasan hidup, bukan?
Apa Itu Kebahagiaan?
Berbagai ahli psikologi memiliki beragam pengertian berbeda tentang kebahagiaan. Dikutip dari bukunya yang berjudul “Authentic Happiness”, Martin Seligman menyebutkan bahwa kebahagiaan merupakan hasil penilaian terhadap diri dan hidup, yang memuat emosi positif, seperti kenyamanan dan kegembiraan yang meluap-luap, maupun kegiatan yang positif, tetapi tidak memenuhi komponen emosi apapun.
Kebahagiaan itu sendiri bisa dikelompokkan ke dalam dua jenis kebahagiaan, yakni kebahagiaan hedonic, yang bersumber dari kesenangan-kesenangan eksternal di luar individu; serta kebahagiaan eudaimonic hanya akan didapatkan dari aktivitas yang sejalan dengan tujuan hati.
Dalam hal ini, banyak orang yang memilih untuk mencapai kebahagiaan hedonic, ketimbang kebahagiaan eudaimonic yang seringkali dikesampingkan.
Padahal, biasanya, setiap orang yang bekerja dari hati memiliki keseimbangan antara dua kelompok kebahagiaan tersebut. Mereka mendapatkan kebahagiaan hedonic dari hasil kerja keras mereka, tetapi juga mereka mendapatkan kebahagiaan eudaimonic sebagai hasil dari kepuasan hidup yang sejalan dengan tujuan hati.
Bekerja dari Hati, Bagaimana Caranya?
Keseimbangan dari kedua kebahagiaan tersebut merupakan satu kunci agar kita bisa bekerja dari “hati”. Namun, pada prakteknya, bagaimana cara melakukannya agar istilah “bekerja dari hati” tak hanya sekadar teori, mengingat kegiatan bekerja seringkali keluar dari jalur yang sudah kita rencanakan sebelumnya?
Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk menggapai kebahagiaan dari pekerjaan kita, sehingga kita bisa bekerja dari hati. Apa saja?
1. Berpikir Positif dan Selalu Bersyukur
FYI, mencari pekerjaan bukanlah hal yang mudah, lho! Terdapat ribuan orang di luar sana yang tidak seberuntung kita–mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang cukup sesuai.
Tak ada salahnya bila kita belajar untuk selalu bersyukur dengan hasil yang telah kita dapatkan, meskipun pekerjaan tersebut bukanlah salah satu bagian dari mimpi kita.
Percayalah, bersyukur selalu membawa kita ke sebuah aura positif, kok!
2. Selalu Mencari Ilmu dan Wawasan Baru
Tak selamanya, pekerjaan yang tak sesuai passion merupakan hal yang menyebalkan. Pasalnya, selalu ada sisi positif dari setiap pekerjaan, terutama bila kita menggali ilmu dan wawasan baru yang menarik dari profesi tersebut.
Misalnya, seperti yang dilakukan Bang Boy, sang pak ogah. Bang Boy menggali informasi tentang cara mengatur laju kendaraan secara tepat, peraturan lalu lintas, atau bahkan menciptakan sistem manajemen yang baik bagi kawanan pak ogah lainnya. Kemauan untuk ingin berkembang inilah yang selalu membuatnya bekerja dari hati, bukan?
3. Belajar Menghargai Diri Sendiri
Menghargai dan menyayangi diri sendiri itu nggak salah, kok! Malah, jika kita belajar menghargai diri sendiri, dengan menggali potensi sebenarnya yang ada di dalam tubuh kita, kita akan mencapai sebuah tingkat kepuasan tersendiri, lho!
Menghargai diri sendiri bisa dimulai dengan mulai percaya bahwa kemampuan kita berguna bagi perusahaan atau pekerjaan kita, sembari selalu mencari cara untuk meningkatkan kualitas diri kita sendiri.
4. Menjaga Kesehatan Jasmani dan Rohani
Menjaga kesehatan tubuh dan pikiran merupakan salah satu hal yang bisa membuat kita bekerja sepenuh hati. Pasalnya, jika tubuh dan pikiran kita sehat, maka kita bisa berkonsentrasi menghasilkan karya-karya yang membuat diri kita sendiri bangga, bukan?
Salah satu cara untuk menjaga kesehatan jasmani adalah menggunakan furniture-furniture kantor nyaman, seperti yang bisa Anda temukan di Gudang Furniture, lho!
***
Sudah siapkah untuk selalu bekerja dari hati setiap hari?
Well, that’s the way life is, so let’s enjoy it as much as we can…!