Portfolio Kami

Lihat sekarang untuk ide kantor kamu
Artikel Menarik, klik disini
Konsultasi Gratis
untuk Hunian dan Kantor kamu, klik disini
Tertarik jualan di Gudang Furniture?
daftar jadi merchant kami, klik disini
Masukan kode OTP
Daftar
No. Handphone Kamu
Email kamu
Nama Kamu
Buat akun
Masukan Password
Daftar
Masukan kode OTP
Daftar
dengan mendaftar, saya menyetujui Syarat dan Ketentuan juga Kebijakan Privasi di Gudang Furniture
Menu Utama
Atur Ulang kata sandi kamu disini
Masukkan e-mail atau nomor HP yang terdaftar. Kami akan mengirimkan kode verifikasi untuk atur ulang kata sandi.
Sub Kategori
Artikel
Mengakui “Stress”, Hadapi dengan Menjadi Produktif
di posting 2019-03-12

Stress itu lumrah terjadi. Yang berbahaya adalah kesalahan cara penanganan yang berdampak negatif bagi diri sendiri dan lingkungan sekitar. Gudang Furniture memiliki beberapa rangkuman cara untuk menghadapinya.

Seorang perempuan berjalan gontai dari bangunan megah bertingkat itu. Wajahnya lesu, lelah, dan tidak bersemangat. Sinar wajahnya seakan meredup, tertutupi “mendung”-nya permasalahan yang tak kunjung henti.

Banyak hal yang bergelantungan dalam benaknya, mulai dari keinginannya untuk berteriak sekeras-kerasnya di atap sebuah gedung kosong, hingga mengakhiri hidupnya di atas seutas tali.

Di sisi lain, perempuan muda ini tidak sampai hati untuk melakukan hal terakhir yang sempat terbesit dalam pikirannya. Ia membayangkan wajah kedua orangtuanya–terutama sang ibu–takkan berhenti menangis jika hal itu sampai terjadi. Terutama, jika mereka tahu, bahwa anaknya melakukan bunuh diri karena stress dengan tuntutan pekerjaan di ibukota.

Ternyata, perempuan muda ini tak sendirian. Tak hanya dirinya yang merasakan tekanan dalam dunia pekerjaan dan merasa stress seperti ini.

application-pointing-worker-digital-stressed_1134-1391 (1).jpg

Dikutip dari data International Labour Organization (ILO) yang telah melakukan survei di Eropa, Amerika Serikat, dan Australia, sekitar dua pertiga hingga setengah responden pernah mengalami stress di tempat kerja.

Di negara Asia, terdapat 2 negara dengan persentase pekerja stress yang cukup tinggi, antara lain adalah Jepang, dengan lebih dari 32%, serta Korea Selatan, sebesar 20%.

Bahkan, Jepang memiliki istilah “karoshi” untuk fenomena meninggalnya seseorang akibat bekerja terlalu keras, dengan jam kerja yang sangat panjang, serta tingkat stress yang tinggi.

Kasus-kasus mengenai gangguan kejiwaan bernama stress ini bisa menjangkiti siapa saja, mulai dari seorang pegawai kantoran, pekerja lepas, supir angkutan umum, atau bahkan seorang direktur perusahaan ternama sekalipun.

Apa Itu Stress?

laptop-office-people-work-angry_1150-1696.jpg

Menurut Andrew Goliszek, stress adalah suatu respon adaptif individu pada berbagai tekanan atau tuntutan eksternal yang dapat menghasilkan berbagai gangguan, meliputi gangguan fisik, emosional, dan perilaku.

Sedangkan menurut Hawari, stress merupakan reaksi psikis dan fisik yang berupa perasaan tidak enak, tidak nyaman, atau tertekan terhadap tuntutan yang sedang dihadapi.

Tak hanya menurut dua ahli ini saja, berbagai ahli dalam bidang psikologi lainnya seringkali mengaitkan stress dengan tekanan atau tuntutan yang menghampiri kehidupannya. Faktor penyebabnya pun beragam, mulai dari faktor tekanan pekerjaan, keluarga, hubungan pertemanan, bahkan hubungan dengan pasangan.

Namun, sebenarnya, dalam setiap kehidupan manusia, perasaan “tertekan” ini lumrah terjadi, khususnya bila masalah datang silih berganti. Sayangnya, banyak orang yang enggan mengakui bahwa dirinya sedang stress, seakan gangguan kejiwaan ini menjadi hal yang tabu untuk diungkapkan.

Padahal, alih-alih “terobati”, stress yang terpendam bisa berubah menjadi gangguan mental berkelanjutan, yang bisa membahayakan nyawa sang pengidap stress sendiri, atau bahkan membahayakan keselamatan orang lain.

Gangguan “Berkelanjutan” Dari Stress

depressed-hopeless_53876-26382.jpg

Seringkali, kasus stress dan rasa tertekan dianggap remeh oleh kebanyakan orang. Para pengidapnya enggan mengungkapkan kondisinya pada orang lain, takut ia dicap sebagai seorang bermental lembek, tidak tangguh, dan tidak memiliki daya juang yang tinggi.

Padahal, setiap individu memiliki daya tahan yang berbeda-beda, tergantung latar belakang serta beragam masalah yang telah dihadapi sepanjang hidupnya. Oleh karena itu, kita tidak bisa menyamaratakan setiap individu, bukan?

Pun, bila tidak ditangani secara dini, gangguan stress ini bisa meningkat menjadi gangguan kejiwaan lain yang lebih berat, mulai dari depresi, gangguan psikosomatik, bipolar, bahkan skizofrenia. 

Bahkan gangguan kejiwaan berat ini bisa berdampak negatif, baik secara kesehatan sang pengidap gangguan sendiri, hingga keselamatan lingkungan di sekitarnya. Pasalnya, banyak sekali kasus tentang pengidap skizofrenia yang berakhir dengan mencelakakan orang-orang terdekatnya.

Sayangnya, kebanyakan pengidap gangguan kejiwaan ini enggan berkonsultasi dan membiarkan gangguan ini menggerogoti mentalnya. Pasalnya, stigma negatif mengenai “orang gila” bagi kaum pengidap gangguan kejiwaan seakan menjadi aib bagi keluarga, sehingga banyak yang memilih untuk mengucilkan pengidapnya, dan enggan merawatnya dengan cara yang tepat.

Stress Positif vs Negatif

yellow-rectangular-wooden-box-drawn-face-outline-with-chalk-blackboard_23-2147874007.jpg

Tahukah Anda, bahwa stress itu sendiri bisa terbagi atas dua kelompok besar, yakni stress positif (eustress), dan stress negatif (distress).

Stress positif sendiri bisa bersifat memotivasi. Misalnya, Anda “ditekan” oleh pekerjaan yang menumpuk, deadline yang sudah ada di depan mata, dan hal-hal lainnya. Meskipun Anda merasa tertekan, namun, setelah deadline terpenuhi, Anda akan merasakan sebuah kepuasan tersendiri, bukan?

Hal inilah yang bisa melahirkan keinginan dari dalam diri Anda untuk bekerja lebih keras lagi, lebih produktif lagi, lebih baik lagi, agar rasa stress tersebut bisa diredam dengan rasa bahagia atas selesainya pekerjaan secara maksimal.

Namun, jika stress Anda termasuk kelompok stress negatif, Anda akan merasa terbebani dengan tekanan tersebut, sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan secara fisik, mulai dari tekanan darah yang tinggi, serangan jantung, alergi, insomnia, sesak napas, otot tegang, hingga emosi yang mudah tersulut.

Atasi Stress dengan Hal Positif

lovely-art-studio-compositio_23-2147868283.jpg

Seringkali, para pengidap stress memilih untuk memendam perasaannya, namun bisa meledak begitu saja sewaktu-waktu.

Banyak orang yang memilih untuk melampiaskannya ke dalam hal-hal negatif, mulai dari sikap konsumerisme dan hedonisme, mabuk-mabukan secara berlebihan, bahkan hingga overdosis obat penenang, serta mengonsumsi obat-obatan terlarang.

Padahal, stress bisa dihadapi dengan cara yang lebih berani dan positif, lho! Apa saja caranya untuk mengatasi stress tersebut?

1. Lakukan hal-hal kecil yang Anda sukai, seperti membaca, mendengarkan lagu, bermain hujan, atau bahkan hanya berkeliling kota dengan bersepeda. Hal tersebut bisa membuat beban Anda terangkat dan lebih “plong”.

2. Hadapi faktor utama penyebab stress Anda, apakah itu masalah yang tengah menjerat ataupun tekanan yang menghampiri. Hadapi dengan berani, sebaik atau seburuk apapun hasil akhir yang akan Anda dapatkan. Karena, terkadang, kita mengalami stress karena pemikiran-pemikiran yang kita tanam sendiri.

3. Lampiaskan dalam bentuk positif, seperti melakukan aktivitas fisik–berolahraga ekstrem yang menantang adrenalin–atau melakukan kegiatan kesenian, seperti melukis, bermusik, menulis cerita, atau hal-hal lainnya yang bisa melampiaskan emosi dalam bentuk karya.

4. Bercerita dengan orang yang tepat. Hindari bercerita ke media sosial, mengingat hal tersebut akan terekam selamanya di sana.

5. Lakukan perubahan kecil dalam hidup Anda yang bisa mengubah suasana hati, mulai dari memotong rambut, menata ulang rumah, membuang barang-barang yang hanya menyimpan kenangan buruk (seperti yang sudah dibahas dalam unggahan tentang gaya hidup minimalis), serta mencari perabotan baru pemberi kenyamanan di area kerja (bisa Anda temukan di Gudang Furniture).

6. Lebih banyak bersyukur dan mendekatkan diri dengan Sang PenciptaYes, karena eksistensi rasa pahit itu ada agar yang manis-manis terasa lebih berharga, bukan?

***

Jadi, rasa stress itu harus dihadapi, bukan diacuhkan, ataupun dipendam, bukan? Hadapi dengan positif, dan ubah stress menjadi sebuah kesuksesan, jadi sebuah kebahagiaan secara lahir batin, ya!

WhatsApp