Sudah “Merdeka” Kah Kita?
Hari Kemerdekaan Indonesia sudah di depan mata. Euforia “merah-putih” tersebar hingga ke seluruh pelosok Nusantara. Pertanyaannya: apakah benar, kita sudah merasa merdeka seutuhnya? Yuk merenung bersama Gudang Furniture!
Setiap hari, Cita (29), seorang staff marketing, merasa waktu seakan mengejarnya tanpa henti, sampai-sampai terasa tak memiliki jeda untuk bernapas.
Namun, di sisi lain, perempuan ini merasa puas dan enjoy mengerjakannya. Pasalnya, ia telah melakukan pekerjaan yang ia sukai. “Aku seneng sih, soalnya, ternyata aku happy banget menjalani profesi ini, apalagi kalau ada project yang goal dan selesai dikerjakan dengan lancar,” ujarnya bersemangat. Ya, ia merasa sudah “merdeka”.
Hal ini dirasakan pula oleh Rasyid (26). Pria yang berprofesi sebagai seorang staff Data Entry ini mengungkapkan bahwa ia merasa telah berada dalam kondisi berpuas diri atas pencapaiannya sebagai seorang kaum pekerja. “Kalau ditanyai soal merdeka, saya sih merasa antara sudah atau belum ya. Tapi, saya merasa sudah menjadi seseorang yang bekerja secara maksimal, sih,” ungkap Rasyid tersenyum simpul.
Jadi, Bagi Para Pekerja, Apa Sebenarnya Definisi “Merdeka”?
Tertulis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata “merdeka” sendiri memiliki pengertian bebas (dari perhambaan, penjajahan, dan sebagainya); berdiri sendiri. Diksi ini juga bisa berarti terlepas dari tuntutan, ataupun tidak terikat dan bergantung pada orang lain.
Nah, jadi, bagaimana dengan makna “merdeka” bagi kaum pekerja? Apakah kemerdekaan berarti bebas lepas tanpa aturan? Bebas melakukan apa saja tanpa arah yang jelas?
Tentu tidak.
Kami, tim Gudang Furniture, berpikir, bahwa kebebasan tanpa aturan hanya akan menimbulkan kekacauan. Terutama, dalam dunia pekerjaan, yang melibatkan kerja tim dan kehidupan sosial lain di dalamnya. Alih-alih bisa berdiri sendiri, tindakan sesukanya ini malah bisa berdampak panjang pada kehidupan karir, lho!
Sama seperti yang dirasakan Cita dan Rasyid, “merdeka” bagi kaum pekerja berarti adanya kesanggupan untuk hidup mandiri dan mencintai profesi yang tengah mereka kerjakan. Dan tentunya, berusaha semaksimal mungkin melakukan profesi tersebut, tanpa ada penyesalan di dalamnya.
Kemerdekaan bagi para kaum pekerja ini bisa diukur dari tingkat kebahagiaan masing-masing. Namun, nilai “bahagia” ini nggak melulu hanya menyangkut intensitas materi, lho, ya. Nilai “bahagia” pun bisa dikaitkan dengan perihal pengembangan diri, manajemen perusahaan, ataupun lingkungan kerja.
Berdasarkan survei Jobstreet.com–situs pencari kerja populer–yang dilakukan pada tahun 2017, kalangan generasi Y (yang kini berusia 21-25 tahun) mengungkapkan bahwa rendahnya tingkat kebahagiaan dalam pekerjaan disebabkan oleh perihal materi, seperti gaji dan fasilitas. Namun, seiring bertambahnya umur, faktor tersebut bergeser menjadi tantangan yang berkaitan dengan pengembangan karier dan lingkungan kerja.
Karena, “Kemerdekaan” Itu Butuh Perjuangan
Pada masa lampau, kemerdekaan didapat dengan perjuangan yang mengangkat bambu runcing dengan kedua tangan.
Pun demikian dengan masa sekarang. Kemerdekaan bukanlah hadiah cuma-cuma yang diwariskan para pejuang pada anak cucunya, melainkan sebuah perjuangan yang harus terus berlanjut dari masa ke masa.
Bedanya, perjuangan di masa kini tak lagi menggunakan fisik, melainkan menggunakan hati dan pikiran. Perjuangan di masa kini tak lagi melawan penjajah, melainkan menghancurkan “kerikil” besar yang kerap berbuah ketakutan dan rasa enggan untuk berkembang, untuk memaksimalkan diri, untuk menjadi “merdeka”.
Jadi, apa yang harus kita lakukan?
Simpel, sih! Cukup belajar untuk menjadi diri sendiri, menelaah kemampuan dan passion kita yang bisa diterapkan dalam pekerjaan, lantas mengembangkannya tanpa banyak meluapkan keluh. Belajar lebih banyak lagi, membuka pikiran lebih luas lagi.
Yang terpenting, kita berusaha keras mencari penghidupan tanpa melupakan arti “hidup” dan arti “merdeka” itu sendiri, ya! Anybody agree with us?
Salam merdeka! Salam bahagia!